Filsafat Spinoza
dan proses berkarya Picasso
Picasso mengatakan “Alam
lebih kuat dari pada manusia terkuat sekalipun” sementara Spinoza
mengatakan ”Tuhan itu Alam, Alam itu Tuhan”.
Picasso adalah seorang pelukis Kubisme yang banyak
mengadopsi fikiran-fikiran Spinoza. Sedangkan Spinoza adalah seorang filosof
dari kalangan Yahudi di Amsterdam, yang dibuang dari lingkungannya karena
gagasan-gagasannya yang bertentangan dengan kaum Kristen dan Yahudi itu
sendiri. Salah satu pernyataan adalah bahwa Kristen dan Yahudi hanya dihidupkan
oleh dogma yang kaku dan ritual lahiriah.
Atas dasar itulah kami Komunitas Perupa Kota Tua mencoba
menelaah hal tersebut dengan pemikiran-pemikiran sebagai orang Timur dan
mayoritas pemeluk Islam, melalui sebuah
acara diskusi yang merujuk pada filsafat Spinoza, Proses berkarya dam pandangan
Picasso dalam tulisan Christian zervos.
Diskusi Filsafat seni ini diadakan di sebuah tempat di
daerah Condet - Jakarta Timur, pada Jum’at malam 10 Juni 2011 yang dihadiri
lebih dari 20 anggota Komunitas. Hadir dalam kesempatan itu, Bambang Sutrisno
yang merupakan salah satu tokoh pelukis Jakarta .
Acara Diskusi di awali dengan pernyataan Pembicara yaitu : “Ada sindiran yang mengatakan bahwa
tidak ada yang lebih berbahaya dari alat-alat perang di tangan di tangan para
Jenderal, tidak ada yang lebih berbahaya dari kuas di tangan pelukis, tidak ada
yang lebih berbahaya dari pada keadilan di tangan para hakim. Mungkin kalau
dilanjutkan relefansinya tidak ada yang lebih berbahaya dari pada sinetron di
tangan produser dsb.”
Seperti yang dikatakan Clive Bell, seorang filsuf seni
modern, seni adalah Significant form (bentuk bermakna). Jadi sapuan kuas sang
pelukis adalah interprestasi sebagian jiwanya yang dituangkan ke dalam
kanvas, dan ketika menjadi sebuah karya
maka karya itu akan mempengaruhi pandangan hidup penikmatnya.
Ketika Spinoza mengatakan “Melihat dengan perspektif
keabadian” disitu jelas sedikit banyak Spinoza terpengaruh kitab-kitab suci
keagamaan atau secara kebetulan pikirannya sedang menyerempet ke titik
kebenaran yang hakiki. Walaupun sebenarnya Spinoza di saat yang berbeda menolak
dogma-dogma kitab/keagamaan tertentu. Seorang Islam bisa merasakan bahwa
dimanapun kamu menghadap disitu wajah Tuhan. dalam bahasa Tasawuf “Satu dalam
penyaksian”
Melukis tidak salah sejauh melihat dari perspektif
keabadian, relefansi dari pendapat
Spinoza. Dalam proses berkarya Picasso, konvensi bukan yang nomor satu tapi
spontanitas dulu, baru konvensi mengikuti. Ini ada kesamaan dalam konsep
berkarya Nasar (tokoh pelukis
Indonesia). Nasar mengatakan “Non Teknik”, melukis dengan spontanitas begitu
saja mengikuti intuisi, menghindari konvensi atau pertimbangan-pertimbangan
pemikiran.
Pertanyaanya : Ketika tangan pelukis bergerak menyapukan
kuasnya kesana kemari secara spontan apakah bergerak begitu saja? Apa ada
sesuatu yang menggerakkan? Kalau memang ada yang menggerakkan siapa dia? Apakah
pelukisnya sendiri, apakah setan, ataukan yang Maha Perkasa dan maha Halus?
Pengetahuan manusia terbatas, pengetahuan Tuhan tidak terbatas.
Maka tidak semua apa yang di katakan seorang filosof
adalah suatu, kebenaran Spinoza mengatakan alam adalah Tuhan, Tuhan adalah
alam. Bambang Sutrisno mengatakan :
“Tuhan ya Tuhan , makhluk ya makhluk” (sesuai dengan surat Annas di dalam
Al-Quran). Menurut Picasso yang tahu sejarah adalah Tuhan, manusia hanya
menyusun sejarah. Kubisme bukan
diciptakan tapi sudah merupakan suatu
kecendrungan ungkapan yang ada di dalam diri. Picasso memulai melukis
dengan spontanitas lalu konverensi (pertimbangan akal) mengikuti. Bentuk yang
dibuat ditutup dengan bentuk yang lain
warna yang hadir ditutup dengan warna yang lain, begitulah seterusnya sampai sebuah
karya dianggap selesai akan tetapi bentuk atau warna yang telah hilang
sebenarnya tidak hilang namun hanya berpindah tempat itulah yang disebut
kecenderungan jiwa. Menurut picasso dia menyelesaikan tulisannya dengan merusak
bentuk awal atau warna awal dan seterusnya. Tapi menurut Bambang Sutrisno
istilah yang lebih tepat sebenarnya Picasso bukan merusak bentuk akan tetapi
membangun irama.
Khalil Gibran mengatakan : “Ketika kita merasa bodoh
disitu datang kemulian”. Dalam hal ini mungkin Picasso ingin bicara
moral/kerendahan hati (Achmad Syahri Peserta diskusi) selanjutnya picasso
mengatakan keindahan tidak ada di akademi, kalau mau mengerti seni dengarkan
saja suara burung. Islam melarang kultus individu, dalam surat Al-Baqoroh Allah
berfirman ”Sembahlah Tuhanmu sebagai mana kamu mengagung-agungkan nenek
moyangmu”.
Menurut Pembicara, manusia sangat suka mengagung agungkan
nenek moyangnya yang pada akhirnya
sebenarnya ingin mengagungagungkan dirinya sendiri. Manusia itu
misterius, ada hubungan makrokosmos, makrokosmos dan Tuhan. Tidak ada kultus
individu, yang ada penghormatan sesama manusia. Begitu kata Bambang Sutrisno,
hanya Tuhan yang patut dipuji dan di agungkan, mungkin itulah yang disebut
dalam Islam ”Tauhid”. Pada akhirnya Picasso pun mengatakan ”kamu tidak mengerti
apa-apa” (Karena semua pengetahuan milik Tuhan). Begitulah kalau kita memandang
dari prespektif keabadian. Intuisi jadi bisa diatur, mereka yang menafsirkan
lukisan lebih sering berada dijalan yang keliru. Tuhan lebih tahu soal akademis
dari pada guru-guru akademis.
Dalam pandangan Islam seni adalah fitrah, yaitu pembawaan
sejak seorang anak manusia lahir (Casjiwanto peserta diskusi). Tanggung jawab
pelukis bukan sama galerinya atau apapun, tapi tanggung jawab pada yang maha
tahu (perspektif keabadian). Picasso melukis dengan penemuan-penemuan baik
bentuk, warna, dll. Picasso mengatakan “saya tidak menjual apapun pada diri
saya” kalau dalam Islam mungkin artinya keikhlasan. Melukis dengan ikhlas tanpa
pujian atau apapun. Sebagai Ilustrasi : ada seorang yang membuat perahu untuk
menyebrangi sungai tapi karena bagusnya perahu sehingga kemanapun ia pergi
perahu itu diseret-seret untuk dapat pujian.
Abstrak dimulai dari sesuatu tapi sesuatu itu bisa nyata
bisa juga keterangan. Kalau sesuatu yang di lukis berasal dari keterangan
seperti firman Tuhan dalam kitab suci, berarti lukisan abstrak yang tercipta
adalah abstraknya abstrak.
Affandi dan Picasso sama-sama melukis dengan
spontanitas ekspresinya, tapi dalam lukisan Affandi tidak ada penghilangan
bentuk dan warna. Sedangkan pada lukisan picasso selalu ada penghilangan bentuk
dan warna walau pun pada akhirnya bentuk atau warna yang hilang tidak hilang
tapi hanya berpindah tempat. Itulah kecenderungan jiwa di akhir diskusi bambang
sutrisno mengatakan : Filsafat adalah spekulasi sedangkan kitab suci adalah
hukum Tuhan. Sepertinya membantah spinoza yang mengatakan “alam adalah Tuhan,
Tuhan adalah alam. (sugeng eka pangestu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar