Minggu, 23 Oktober 2011

DISKUSI FILSAFAT SENI


Filsafat Spinoza 
dan proses berkarya Picasso



Picasso mengatakan “Alam lebih kuat dari pada manusia terkuat sekalipun” sementara Spinoza mengatakan ”Tuhan itu Alam, Alam itu Tuhan”.

            Picasso adalah seorang pelukis Kubisme yang banyak mengadopsi fikiran-fikiran Spinoza. Sedangkan Spinoza adalah seorang filosof dari kalangan Yahudi di Amsterdam, yang dibuang dari lingkungannya karena gagasan-gagasannya yang bertentangan dengan kaum Kristen dan Yahudi itu sendiri. Salah satu pernyataan adalah bahwa Kristen dan Yahudi hanya dihidupkan oleh dogma yang kaku dan ritual lahiriah.

            Atas dasar itulah kami Komunitas Perupa Kota Tua mencoba menelaah hal tersebut dengan pemikiran-pemikiran sebagai orang Timur dan mayoritas  pemeluk Islam, melalui sebuah acara diskusi yang merujuk pada filsafat Spinoza, Proses berkarya dam pandangan Picasso dalam tulisan Christian zervos.

            Diskusi Filsafat seni ini diadakan di sebuah tempat di daerah Condet - Jakarta Timur, pada Jum’at malam 10 Juni 2011 yang dihadiri lebih dari 20 anggota Komunitas. Hadir dalam kesempatan itu, Bambang Sutrisno yang merupakan salah satu tokoh pelukis Jakarta .

            Acara Diskusi di awali dengan pernyataan Pembicara   yaitu : “Ada sindiran yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih berbahaya dari alat-alat perang di tangan di tangan para Jenderal, tidak ada yang lebih berbahaya dari kuas di tangan pelukis, tidak ada yang lebih berbahaya dari pada keadilan di tangan para hakim. Mungkin kalau dilanjutkan relefansinya tidak ada yang lebih berbahaya dari pada sinetron di tangan produser dsb.”

            Seperti yang dikatakan Clive Bell, seorang filsuf seni modern, seni adalah Significant form (bentuk bermakna). Jadi sapuan kuas sang pelukis adalah interprestasi sebagian jiwanya yang dituangkan ke dalam kanvas,  dan ketika menjadi sebuah karya maka karya itu akan mempengaruhi pandangan hidup penikmatnya.

            Ketika Spinoza mengatakan “Melihat dengan perspektif keabadian” disitu jelas sedikit banyak Spinoza terpengaruh kitab-kitab suci keagamaan atau secara kebetulan pikirannya sedang menyerempet ke titik kebenaran yang hakiki. Walaupun sebenarnya Spinoza di saat yang berbeda menolak dogma-dogma kitab/keagamaan tertentu. Seorang Islam bisa merasakan bahwa dimanapun kamu menghadap disitu wajah Tuhan. dalam bahasa Tasawuf “Satu dalam penyaksian”

            Melukis tidak salah sejauh melihat dari perspektif keabadian,  relefansi dari pendapat Spinoza. Dalam proses berkarya Picasso, konvensi bukan yang nomor satu tapi spontanitas dulu, baru konvensi mengikuti. Ini ada kesamaan dalam konsep berkarya  Nasar (tokoh pelukis Indonesia). Nasar mengatakan “Non Teknik”, melukis dengan spontanitas begitu saja mengikuti intuisi, menghindari konvensi atau pertimbangan-pertimbangan pemikiran.

            Pertanyaanya : Ketika tangan pelukis bergerak menyapukan kuasnya kesana kemari secara spontan apakah bergerak begitu saja? Apa ada sesuatu yang menggerakkan? Kalau memang ada yang menggerakkan siapa dia? Apakah pelukisnya sendiri, apakah setan, ataukan yang Maha Perkasa dan maha Halus? Pengetahuan manusia terbatas, pengetahuan Tuhan tidak terbatas.


            Maka tidak semua apa yang di katakan seorang filosof adalah suatu, kebenaran Spinoza mengatakan alam adalah Tuhan, Tuhan adalah alam. Bambang Sutrisno  mengatakan : “Tuhan ya Tuhan , makhluk ya makhluk” (sesuai dengan surat Annas di dalam Al-Quran). Menurut Picasso yang tahu sejarah adalah Tuhan, manusia hanya menyusun sejarah. Kubisme  bukan diciptakan tapi sudah merupakan suatu  kecendrungan ungkapan yang ada di dalam diri. Picasso memulai melukis dengan spontanitas lalu konverensi (pertimbangan akal) mengikuti. Bentuk yang dibuat  ditutup dengan bentuk yang lain warna yang hadir ditutup dengan warna yang lain, begitulah seterusnya sampai sebuah karya dianggap selesai akan tetapi bentuk atau warna yang telah hilang sebenarnya tidak hilang namun hanya berpindah tempat itulah yang disebut kecenderungan jiwa. Menurut picasso dia menyelesaikan tulisannya dengan merusak bentuk awal atau warna awal dan seterusnya. Tapi menurut Bambang Sutrisno istilah yang lebih tepat sebenarnya Picasso bukan merusak bentuk akan tetapi membangun irama.

            Khalil Gibran mengatakan : “Ketika kita merasa bodoh disitu datang kemulian”. Dalam hal ini mungkin Picasso ingin bicara moral/kerendahan hati (Achmad Syahri Peserta diskusi) selanjutnya picasso mengatakan keindahan tidak ada di akademi, kalau mau mengerti seni dengarkan saja suara burung. Islam melarang kultus individu, dalam surat Al-Baqoroh Allah berfirman ”Sembahlah Tuhanmu sebagai mana kamu mengagung-agungkan nenek moyangmu”.

            Menurut Pembicara, manusia sangat suka mengagung agungkan nenek moyangnya yang pada akhirnya  sebenarnya ingin mengagungagungkan dirinya sendiri. Manusia itu misterius, ada hubungan makrokosmos, makrokosmos dan Tuhan. Tidak ada kultus individu, yang ada penghormatan sesama manusia. Begitu kata Bambang Sutrisno, hanya Tuhan yang patut dipuji dan di agungkan, mungkin itulah yang disebut dalam Islam ”Tauhid”. Pada akhirnya Picasso pun mengatakan ”kamu tidak mengerti apa-apa” (Karena semua pengetahuan milik Tuhan). Begitulah kalau kita memandang dari prespektif keabadian. Intuisi jadi bisa diatur, mereka yang menafsirkan lukisan lebih sering berada dijalan yang keliru. Tuhan lebih tahu soal akademis dari pada guru-guru akademis.     

            Dalam pandangan Islam seni adalah fitrah, yaitu pembawaan sejak seorang anak manusia lahir (Casjiwanto peserta diskusi). Tanggung jawab pelukis bukan sama galerinya atau apapun, tapi tanggung jawab pada yang maha tahu (perspektif keabadian). Picasso melukis dengan penemuan-penemuan baik bentuk, warna, dll. Picasso mengatakan “saya tidak menjual apapun pada diri saya” kalau dalam Islam mungkin artinya keikhlasan. Melukis dengan ikhlas tanpa pujian atau apapun. Sebagai Ilustrasi : ada seorang yang membuat perahu untuk menyebrangi sungai tapi karena bagusnya perahu sehingga kemanapun ia pergi perahu itu diseret-seret untuk dapat pujian.
            
        Abstrak dimulai dari sesuatu tapi sesuatu itu bisa nyata bisa juga keterangan. Kalau sesuatu yang di lukis berasal dari keterangan seperti firman Tuhan dalam kitab suci, berarti lukisan abstrak yang tercipta adalah abstraknya abstrak.

     Affandi dan Picasso sama-sama melukis dengan spontanitas ekspresinya, tapi dalam lukisan Affandi tidak ada penghilangan bentuk dan warna. Sedangkan pada lukisan picasso selalu ada penghilangan bentuk dan warna walau pun pada akhirnya bentuk atau warna yang hilang tidak hilang tapi hanya berpindah tempat. Itulah kecenderungan jiwa di akhir diskusi bambang sutrisno mengatakan : Filsafat adalah spekulasi sedangkan kitab suci adalah hukum Tuhan. Sepertinya membantah spinoza yang mengatakan “alam adalah Tuhan, Tuhan adalah alam. (sugeng eka pangestu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar