Jumat, 08 Juni 2012

Syukuran Setahun Komunitas Perupa Kota Tua

Istana Bogor menjelang sore (foto: sugeng)
Setahun perjalanan...

Minggu, 24 April 2011 silam, adalah awal pembentukkan Komunitas Perupa Kota Tua (KOTA). Dengan dihadiri sekitar 25 orang yang terdiri dari perupa dan beberapa penulis, kami membentuk sebuah organisasi dengan misi yang sederhana namun dibarengi dengan visi yang luar biasa. Hal itu sudah terjadi setahun yang lalu dan dilewati dengan berbagai cerita.

24 April 2012 tepat satahun perjalanan, Komunitas ini, sedang sibuk mempersiapkan karya sebagai partisipasi Pameran Besar Seni Rupa Manifesto #3 di Galeri Nasional Indonesia. Sehingga acara syukuran baru bisa terlaksana tgl 3 Juni 2012 di Kebun Raya Bogor. Terlambat memang.... namun esensi dari syukuran 1 tahun perjalanan Komunitas ini tidak hilang begitu saja. 

Foto bersama menjelang pulang      (foto: wawan)
Evaluasi dan penerungan lebih mendominasi acara ini. Setahun bukan waktu yang cukup untuk terbentuknya organisasi yang mandiri. Namun ada banyak hal yang telah dilakukan komunitas ini sesuai dengan visi dan misinya. Puji Syukur atas bimbingan yang Maha Kuasa sehingga komunitas yang bertujuan mulia ini tetap berdiri kokoh meskipun ada sandungan akibat kerikil-kerikil kecil di setiap perjalannya.

Hasil evaluasi bersama menghasilkan sebuah catatan-catatan kecil yang segera akan dibenahi dan diperbaiki. Dibarengi dengan perenungan akan langkah-langkah yang telah dilakukan juga telah membuahkan sebuah harapan di masa mendatang sehingga kami dengan anggota yang ada tetap optimis dan semangat.

Kehadiran Toto Skest dan Arifin merupakan sebuah dukungan bagi Komunitas Perupa Kota Tua untuk tetap semangat. Dan kami yakin bahwa 2 orang itu adalah hanya sebagian kecil dari dukungan kalangan seniman, masih banyak lagi dukungan yang mungkin tidak terucap secara eksplisit.

Nasi Tumpeng hanya sebuah tradisi....

Tumpeng 1 tahun KOTA
Acara ini diawali dengan do'a bersama dan dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh Ketua Komunitas Achmad Syahri. Potongan pertama secara simbolik diserahkan kepada Pembina Komunitas Tri Sabariman. Semula acara ini akan dihadiri oleh H. Diyen (salah satu Pembina Komunitas) namun beliau tidak bisa hadir karena ada kegiatan lain. 

Tumpeng hanyalah sebuah tradisi dan bukan sesuatu yang harus. Tumpeng dengan makna filosofi yang tersirat didalamnya sangat baik untuk kita renungkan bersama. Tumpeng yang berbetuk kerucut seperti gunung melambangkan sebuah harapan dan nasi yang berwarna kuning melambangkan kejayaan, dan lauk pakuk yang mengelilingi tumpeng sebagai eimbol kebersamaan dan gotong royong, itu hanya sebagian kecil dari filosofi tentang tumpeng. Karena tumpeng ini tidak dimaksudkan untuk ritual dan hanya seremonial maka filosofinya disederhanakan saja.

Pemotongan Tumpeng
Penyerahan pucuk tumpeng kepada Pembina Komunitas


Setelah pemotongan tumpeng, dilajutkan dengan kesan dan pesan dari Ketua dan Pembina Komunitas serta para pengurus dan anggota lainnya. Cukup sudah kami berbicang-bincang sambil menikmati nasi tumpeng, acara dilanjutkan dengan pembuatan sketsa dengan objek sekitar Kebun Raya Bogor, Seluruh peserta acara ini memilih lokasi sesuka hatinya.

Menjelang sore kami berkumpul kembali ke lokasi semula. Karya sketsa dikumpulkan dan di jejerkan di pinggir jalan sekitar danau di depan Istana Bogor. Tidak sedikit pengunjung yang lewat dan berhenti untuk sekedar mengamati apa yang dilakukan oleh anggota komunitas. Dalam kesempatan ini Toto Skets sengaja beraksi membuat sketsa wajah Ajul Jiung dan banyak pengunjung yang terkagum-kagum menyaksikan kelihaian tangan Toto Skets dalam menggoreskan pensil.

Itulah sedikit cerita tentang kegiatan Komunitas Perupa Kota Tua dalam rangka syukuran 1 tahun perjalanan komunitas. Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat terutama dalam rangka meningkatkan apresiasi seni dalam masyarakat. Bravo dan tetap semangat! (Estu) 


Baru sekedar bergaya hasil liat nanti

Sana Rosdiana disket oleh Toto Skets

Hasil Sketsa di Pamerkan

Ajul Jiung dan Toto Skets

Pengunjung antusias melihat aksi Ajul Jiung







Minggu, 22 April 2012

Difference & Relation


Karya Komunitas Perupa Kota Tua dalam Pameran Besar Seni Rupa
Manifesto #3 2012 : ORDE & KONFLIK
Ko-eksistensi di tengah pluralism (problematika) sosial

Karya : Komunitas Perupa Kota Tua, Judul : Difference & Relation, Ukuran : 560 X 290 Cm (90X60 Cm X 24 Panel),
Media : Mix Media Tahun : 2012
   

Atau bisa juga dikatakan, dan kita memang setuju dikatakan dalam pengantar kuratorial sebagai, “keadaan dari suatu hubungan dan (atas) perbedaan” (difference and relation). Dan dari dasar intensi itu pula yang hakekatnya mendasari dari terbentuknya Komunitas Perupa Kota Tua (Kota) vis a vis begitu pula idea penciptaan masing-masing (perbedaan) individu di dalam (hubungan) kerja (yang telah mengalami) karya kami yang saling keterkaitan (tanpa tekanan akan himpitan persamaan). Dan sesungguhnya hal itu memang sudah menjadi nafas dan atmosfir dari medan penciptaan dari setiap individu seniman perkotaan disadari maupun tidak, di mana problematika sosial yang konkrit maupun absurd baik yng dinyatakan maupun disublimkan tetap ada dalam kanvas-kanvas mereka. Belum lagi bagaimana harus  jungkir-baliknya individu setiap seniman perkotaan di dalam mengatasi persoalan hidup di tengah himpitan sosial yang semakin sulit dan menjadi-jadi ini, yang nihil dan jauh dari segala bantuan pemerintah dan juga dari godaan untuk menyesuaikan (diri dan penciptaan) pada homogenitas ideom arus seni rupa yang (kon) temporerkan (yang mudah- mudahan tanpa mati seketika), di mana imamnya adalah para kurator, tempat peribadatannya adalah galeri, sedangkan pembagi pahalanya para snobis.

Dan salah satu bentuk pertahanan yang mungkin adalah (membentuk) komunitas di  mana tempat berkerumunnya (jama’ah) para identitas semata untuk berbagi kegelisahan kreatif, dan bentuk pertahanan yang lain adalah menjadi sama sekali gila yang menyendiri (sufi dan ronin) dan sesekali menyerang publik bertubi-tubi dengan elan-kreatif karya yang jauh dari persamaan akan kesepakatan para amstenar yang seakan-akan avant-gardis itu. Sedangkan bentuk pertahanan individu senimannya yang lain terutama terdapat dalam perilaku sehari-hari yang seakan-akan bak seorang pelawak yang sering suka ngebanyol dan pemikir yang sering suka merenung yang sibernetiknya adalah suatu cara untuk mengatasi segala tegangan-tegangan yang diberikan oleh keadaan realitas sosial yang semakin meninggi, menjadi-jadi, dan semakin gila (absurd) ini. Realitas konflik harus dirangkul dan disublimkan dalam relung setiap pribadinya, dan diharmonisasikan dalam monokromatik yang dikembalikan lagi kepada kebebasan untuk menafsirkan realitas sosialnya dan menakwilkan realitas batinnya sendiri. Dan semua hanya mungkin terjadi dan terjalin dalam kebersamaan yang universum di bawah ideokromatik yang Ilahiat siafatnya.

Dan dalam skema yang dikehendaki bersama bahwa setiap individu dikreasikan atau disatukan kembali menjadi satu konstruksi lukisan yang terkait antara satu dengan yang lainnya. Ini bisa merupakan metafora dari rasa kebersamaan yang  senambung tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Dan kehilangan identitas adalah merupakan kehilangan segala yang  tak tertandai apapun. Sebaliknya, siapapun yang dapat menandai, maka dia bisa menjadi bagian dan mengabdi pada apapun, penyelamat lingkungan misalnya yang tentu juga menjadi bagian dari dirinya yang jauh dari sifat eksploitatif, tetapi dekat dan erat kaitannya dengan mengkreasi kembali ke dalam habituasi yang harmoni dan selaras.

Santoso Prisade  


24 Pelukis dari Komunitas Perupa Kota Tua berperan aktif untuk menghadirkan sebuah karya sebagai sumbangsih dalam Manifesto #3 Tahun 2012 yang diselenggarakan oleh GalerI Nasional Indonesia, 26 April s/d 10 Mei 2012. 

24 Pelukis tersebut antara lain : Tri Sabariman, Tri Yuli Prasetyo, Sahat Simatupang, Bambang Sutrisno, Santoso Prisade, Achmad Syahri, Casjiwanto, Sugeng Eka Pangestu, Marwan Abdullah, Sahuri, Tb. Tajul Arifin, Sana Rosdiana, Tun Abdul Muluk, Tubagus Patoni, Wawan Rahmawan, Safrudin, Ahmad Nasrullah, Khotibul Umam, Agus Sulaiman, Dasep Abdillah, Randy Febrian, Husni Abdurahman, Didin Wahyudin, dan Mulyati.