Minggu, 22 April 2012

Difference & Relation


Karya Komunitas Perupa Kota Tua dalam Pameran Besar Seni Rupa
Manifesto #3 2012 : ORDE & KONFLIK
Ko-eksistensi di tengah pluralism (problematika) sosial

Karya : Komunitas Perupa Kota Tua, Judul : Difference & Relation, Ukuran : 560 X 290 Cm (90X60 Cm X 24 Panel),
Media : Mix Media Tahun : 2012
   

Atau bisa juga dikatakan, dan kita memang setuju dikatakan dalam pengantar kuratorial sebagai, “keadaan dari suatu hubungan dan (atas) perbedaan” (difference and relation). Dan dari dasar intensi itu pula yang hakekatnya mendasari dari terbentuknya Komunitas Perupa Kota Tua (Kota) vis a vis begitu pula idea penciptaan masing-masing (perbedaan) individu di dalam (hubungan) kerja (yang telah mengalami) karya kami yang saling keterkaitan (tanpa tekanan akan himpitan persamaan). Dan sesungguhnya hal itu memang sudah menjadi nafas dan atmosfir dari medan penciptaan dari setiap individu seniman perkotaan disadari maupun tidak, di mana problematika sosial yang konkrit maupun absurd baik yng dinyatakan maupun disublimkan tetap ada dalam kanvas-kanvas mereka. Belum lagi bagaimana harus  jungkir-baliknya individu setiap seniman perkotaan di dalam mengatasi persoalan hidup di tengah himpitan sosial yang semakin sulit dan menjadi-jadi ini, yang nihil dan jauh dari segala bantuan pemerintah dan juga dari godaan untuk menyesuaikan (diri dan penciptaan) pada homogenitas ideom arus seni rupa yang (kon) temporerkan (yang mudah- mudahan tanpa mati seketika), di mana imamnya adalah para kurator, tempat peribadatannya adalah galeri, sedangkan pembagi pahalanya para snobis.

Dan salah satu bentuk pertahanan yang mungkin adalah (membentuk) komunitas di  mana tempat berkerumunnya (jama’ah) para identitas semata untuk berbagi kegelisahan kreatif, dan bentuk pertahanan yang lain adalah menjadi sama sekali gila yang menyendiri (sufi dan ronin) dan sesekali menyerang publik bertubi-tubi dengan elan-kreatif karya yang jauh dari persamaan akan kesepakatan para amstenar yang seakan-akan avant-gardis itu. Sedangkan bentuk pertahanan individu senimannya yang lain terutama terdapat dalam perilaku sehari-hari yang seakan-akan bak seorang pelawak yang sering suka ngebanyol dan pemikir yang sering suka merenung yang sibernetiknya adalah suatu cara untuk mengatasi segala tegangan-tegangan yang diberikan oleh keadaan realitas sosial yang semakin meninggi, menjadi-jadi, dan semakin gila (absurd) ini. Realitas konflik harus dirangkul dan disublimkan dalam relung setiap pribadinya, dan diharmonisasikan dalam monokromatik yang dikembalikan lagi kepada kebebasan untuk menafsirkan realitas sosialnya dan menakwilkan realitas batinnya sendiri. Dan semua hanya mungkin terjadi dan terjalin dalam kebersamaan yang universum di bawah ideokromatik yang Ilahiat siafatnya.

Dan dalam skema yang dikehendaki bersama bahwa setiap individu dikreasikan atau disatukan kembali menjadi satu konstruksi lukisan yang terkait antara satu dengan yang lainnya. Ini bisa merupakan metafora dari rasa kebersamaan yang  senambung tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Dan kehilangan identitas adalah merupakan kehilangan segala yang  tak tertandai apapun. Sebaliknya, siapapun yang dapat menandai, maka dia bisa menjadi bagian dan mengabdi pada apapun, penyelamat lingkungan misalnya yang tentu juga menjadi bagian dari dirinya yang jauh dari sifat eksploitatif, tetapi dekat dan erat kaitannya dengan mengkreasi kembali ke dalam habituasi yang harmoni dan selaras.

Santoso Prisade  


24 Pelukis dari Komunitas Perupa Kota Tua berperan aktif untuk menghadirkan sebuah karya sebagai sumbangsih dalam Manifesto #3 Tahun 2012 yang diselenggarakan oleh GalerI Nasional Indonesia, 26 April s/d 10 Mei 2012. 

24 Pelukis tersebut antara lain : Tri Sabariman, Tri Yuli Prasetyo, Sahat Simatupang, Bambang Sutrisno, Santoso Prisade, Achmad Syahri, Casjiwanto, Sugeng Eka Pangestu, Marwan Abdullah, Sahuri, Tb. Tajul Arifin, Sana Rosdiana, Tun Abdul Muluk, Tubagus Patoni, Wawan Rahmawan, Safrudin, Ahmad Nasrullah, Khotibul Umam, Agus Sulaiman, Dasep Abdillah, Randy Febrian, Husni Abdurahman, Didin Wahyudin, dan Mulyati.